MENULIS TAK BOLEH LUNTUR OLEH KOMENTAR PEMBACA



Dalam sebuah kuliah online lewat grup Watshapp, ada seorang rekan kami yang memberikan sebuah kisa tentang covid-19.
Ini dia ceritanya:
TAK USAH TAKUT TERINFEKSI COVID
Kenapa tak usah takut terinfeksi oleh covid? Karena, kemungkinan besar; mulai saat ini hingga akhir hayat nanti, kita akan hidup berbagi tempat dengan virus itu dimuka bumi ini. Jadi, tidak ada gunanya takut.
Atas dasar apa saya bilang bahwa sejak saat ini, kita akan berbagi ruang dengan virus itu? Begini. Covid itu, bukanlah virus pertama yang mewabah dan membunuh banyak manusia.
Sebelumnya, sudah banyak virus atau microba lainnya. Tapi sekarang. Kita nggak takut lagi terinfeksi oleh microba-microba legendaris itu. Sebut saja pest sebagai contohnya. Bukankah sejarah mencatat lebih dari 50 juta orang mati karenanya?
Tapi kenapa sekarang kita tidak takut? Karena, bakteri penyebabnya sudah nggak ada lagi dimuka bumi. Benar demikian? Tidak. Yersinia pestis masih hidup disekitar kita. Hewan-hewan carriernya juga. Kutu, misalnya. Mungkin malah tidur bareng dikasur kita. Tikus, jangan ditanya. Padahal mereka, menjadi perantara penyakit pes yang mematikan itu. Kita tidak takut.
Contoh lain? Banyak. Yang kita semua tahu, cacar misalnya. Siapa yang tidak pernah dengar cacar? Dulu sekali, virus variola penyebab cacar itu menakutkan sekali. Lebih dari setengah juta orang tewas dalam setahun karenanya. Sekarang, apakah Anda takut pada cacar? Sama sekali tidak.
Jadi. Apa inti tulisan ini? Teman-teman. Kita, akan sampai pada masa dimana kita tidak lagi takut pada covid. Kapan? Kata orang, nanti; kalau sudah ditemukan antivirusnya. Ya 'nanti' itu kapan? Mmbuh. Ora eruh wayahe.
Maksud saya adalah; bagaimana kalau tidak takutnya itu mulai sekarang saja? Walaupun vaksinnya belum ditemukan. Tapi, apakah itu mungkin?
Begini. Alasan kenapa kita tidak takut lagi dengan virus yang dizaman dulu sangat mematikan adalah; karena, kita sudah memiliki kekebalan tubuh terhadap virus itu. Dan ketahuilah bahwa untuk memiliki kekebalan tubuh itu, tidak harus nunggu ditemukan vaksinnya.
Kok bisa? Ya bisalah. Karena tubuh kita ini, adalah pabrik vaksin yang paling efisien. Jika kita bisa memfungsikan pabrik itu, maka kita bisa mempunyai vaksin yang mencukupi kebutuhan diri kita sendiri.
Caranya gimana? Kalau saya boleh bilang vulgar, maka: biarkan covid menginfeksi dirimu. Nanti tubuhmu akan membuat vaksin yang canggih.
Tapi kalau saya langsung bilang begitu, maka boleh jadi; Anda bakal langsung pada nyinyir kan? Jadi. Saya jelaskan pelan-pelan. Mohon diperhatikan.
Jika kita sembunyi terus di rumah. Maka kita tidak akan pernah punya antibody penangkal virus itu. Sehingga kita bisa dengan mudah kena sewaktu-waktu. Padahal, ingat; tidak ada dalam sejarah kita, virus yang sudah datang dimasa lalu jadi hilang sama sekali dimasa kini. Jadi virus yang muncul saat ini, bakal ada terus sampai akhir nanti.
Sebaliknya, kalau kita pernah terinfeksi. Maka tubuh kita bakal punya Immunoglobulin G (Ig-G) yang jika kelak sampai terinfeksi lagi, bakal langsung mengaktifkan sistem pertahanan tubuh alaminya. Virus itu, bakal jadi kayak macan ompong saja. Cuman bisa ngemut dowang. Nggak berbahaya lagi buat kita.
Ig-G itu dihasilkan ketika tubuh kita pernah terinfeksi. Suntik vaksin yang dulu pernah kita takuti saat di SD itu adalah contoh dari proses 'menginfeksi' tubuh secara sengaja dan terkendali. Dan itu, adalah vaksinasi buatan.
Vaksinasi alami, terjadi ketika seseorang terinfeksi oleh mikrobanya. Misalnya karena tertular orang lain. Ketika tertular infeksi itu, orang bisa sakit (Tuan A). Bisa juga tetap sehat walafiat (Tuan B). Tapi keduanya sama-sama punya Ig-G didalam tubuhnya.
Prinsip ini bisa dipakai dalam menghadapi covid. Tak usah takut terinfeksi hingga kita sembunyi dengan hati waswas kayak begini. Mau sampai kapan?
So. Biarkan si covid itu menginfeksi kita. Tapi, jadilah seperti Tuan B. Yaitu orang yang terinfeksi tapi tidak sakit alias tetap sehat. Bagaimana c…
By; DEKA - Dadang Kadarusman.

Dari cerita diatas ada beberapa komentar:
Komentar satu:
Masalah utama covid-19.
1. Menular dg kecepatan kilat, melalui berbagai medium. Logam, kain, tembok, plastik dll, bisa jadi medium.
2. Pd beberapa kasus gejalanya tdk langsung muncul, ada jeda.
Yg paling utama:
3. Utk sebagian orang covid-19 mematikan.
4. Obatnya blm ketemu, baru ada vaksinnya.
Ditambah adanya kemungkinan virus ini bermutasi menjadi lebih mematikan dan berbahaya.
Presentase kematian memang msh di bawah dua dijit, 8%, tapi kecepatan penularannya menyebabkan jumlah orang yg terancam jiwanya juga sangat besar.
Sekarang kita lihat dari sudut hankam.
Bagaimana jika sepertiga dari 400 ribu orang anggotaTNI terpapar corona?
Kalau TNI 150 ribu kena corona, maka kekuatan pertahanan kita merosot drastis. Jika 8% dari 150 ribu meninggal, maka sekitar 4 batalion/lebih dari satu kodam habis.
Bagaimana kalau polri yang kena?
Maka keamanan yang terancam.
Hasilnya akan sama: negara dlm bahaya.
Bagaimana jika di saat yg sama gerakan separatis mengambil kesempatan?
Atau ada negara lain cari gara2 dan menyatakan perang terhadap Indonesia.
Tulisan itu betul hanya dari sudut kesehatan, tapi dari sudut yg lebih holistik keliru.

Jawaban dari penulis cerita “TAK USAH TAKUT TERINFEKSI COVID”
Nah bapak ibu sekalian, kita sudah melihat dua 3 jenis komentar aktif dari pembaca terhadap sebuah tulisan.

Pertama, pro
Kedua, netral
Ketiga, kontra.
Pertama. Yang pro, sepakat dengan tema tulisan laku bertindak atau terdorong untuk mengambil tindakan sesuai tema tulisan.
Kedua. Yang netral biasanya merespon dalam bentuk emoji atau icon-icon tertentu. Maknanya beragam. Bisa senang, sedih, atau makna lainnya.
Ketiga. Yang kontra. Menyampaikan sudut pandang yang berbeda dari isi tulisan. Perlu digaris bawahi tentang 'sudut pandang'. Mengapa? Karena, kebenaran dalam sebuah tulisan (khususnya yang membahas tema-tema sosial) tidak ada yang mutlak. Sehingga dari sudut pandang yang berbeda, akan terlihat berbeda.

Inilah salah satu aspek yang kita bahas dalam sesi kita jumat pekan lalu. Dimana seorang pembelajar teknik penulisan perlu bersiap diri dengan respon pembaca sehingga tidak menjadi down ketika diserbu yang kontra dan tidak takabur ketika dihujani oleh pujian.
Lalu bagaimana menyikapinya? Banyak penulis yang terjebak dalam perdebatan. Padahal, sebagaimana sudah dijelaskan bahwa seringkali penyebabnya adalah perbedaan sudut pandang. Maka keliru jika sebagai penulis kita terpancing untuk berdebat.
Sikap yang tepat seperti apa?
Sebelum penulisan: cek dan ricek aspek landasan keilmuan yang mendukung tulisan kita. Jika sudah sesuai dengan kaidah ilmiah, maka insya Allah akan baik-baik saja.
Walaupun tidak semua orang sependapat, tapi tulisannya akan tetap bermanfaat bagi orang lainnya. Sebagai penulis, kita mesti memiliki keyakinan itu.
Sesudah penulisan: Jika ada kekeliruan didalam penulisan kita, maka seorang penulis yang berintegritas akan menirukan tulisan lain. Atau catatan tambahan sebagai suplemen. Atau revisinya.
Tindakan sebelum dan sesudah yang dibahas ini tidak ada kaitannya secara langsung dengan ada atau tidaknya komentar dari pembaca.

Sebenarnya dalam menulis ini kita tentu saja mempunyai pro dan kontra dengan tulisan yang kita buat. Tetapi, itu hanyalah salah satu cobaan bagi kita dalam melanjutkan tulisan atau berhenti sampai disitu saja.
Teruslah menulis dan berkarya jangan mundur dengan kmentar pedas apapun dari sebuah tulisan kita. Semakin banyak yang membaca maka semakin banyak hikmah yang dapat kita peroleh dari tulisan tersebut.
Dengan demikian, insya Allah kita bisa tumbuh menjadi penulis yang produktif, bertanggungjawab terhadap hasil karyanya dan terpoteksi dari respon pembaca baik berupa respon positif maupun respon negatif.



Komentar