MENGENALI STRESS, CIRI-CIRI DAN PENYELESIANNYA
Stress
Stress dengan kata lain yang bermakna negatif misalnya ‘pusing’, ‘tertekan’, ‘capek’, dan lain sebagainya.
Apakah Bapak Ibu memikirkan hal yang juga sama?
Jika iya, hal itu sebenarnya sangat wajar. Di sisi lain, perlu Bapak Ibu ketahui bahwa memiliki pandangan yang tepat mengenai stres sebenarnya merupakan langkah awal dalam strategi pengelolaan stres.
Jadi sebenarnya, stres itu apa sih?
Nah, yang perlu saya tekankan adalah bahwa stres muncul ketika seseorang mempersepsikan adanya situasi yang menekan.
Artinya, suatu kejadian yang sama bisa menimbulkan stres bagi individu A namun tidak bagi individu B.
Bagi Bapak Ibu yang senang berbicara di depan umum, memberikan presentasi di hadapan 100 orang mungkin bukan merupakan suatu masalah. Namun, hal tersebut tentu akan menjadi tantangan besar bagi kita yang cenderung pemalu dan kurang percaya diri.
Jadi, ketika bicara stres kita sebenarnya tidak bisa pakai kalimat “Ah, masa gitu aja kamu stres” ke orang lain. Karena meskipun itu terlihat sepele untuk kita, belum tentu sama sepelenya untuk orang lain.
Naah... kita dulu sebagai anak kan juga sebel ya kalau dibilang begini sama orangtua misalnya, atau kakak, atau saudara kita. Padahal memang berbeda.
Contoh lain lagi nih....terkait masa pandemi ini. Bapak Ibu yang sejak dulu sudah terbiasa menggunakan teknologi dalam pembelajaran di kelas mungkin tidak akan merasa stres dengan perubahan metode belajar di masa PJJ ini. Lain halnya dengan Bapak Ibu yang baru mulai membiasakan diri dengan teknologi, hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk kita beradaptasi.
Secara umum, hal apa yang biasanya menjadi penyebab stres yang Bapak Ibu rasakan? Atau, pada saat-saat seperti apa biasanya Bapak Ibu merasa stress?
Banyak tugas yang harus dikerjakan diwaktu berdekatan.
Apakah hal-hal tersebut termasuk dalam ketiga kategori ini?
Perubahan, kondisi mengancam atau tidak terkontrol tuh kalau banyak tugas?
Pada umumnya stres yang kita rasakan terjadi karena adanya tiga hal ini yaitu (1) Perubahan, (2) Keadaan Mengancam, dan (3) Kondisi Tidak Terkontrol.
Contoh perubahan misalnya perubahan status (baru menikah ciyeeeee atau mungkin baru punya anak), ganti pekerjaan, pindah rumah, dan lain sebagainya.
Keadaan mengancam misalnya diminta memberikan presentasi di depan orang banyak dan takut dinilai buruk; bertengkar dengan atasan sehingga takut mengancam penilaian performa kerja.
Kondisi tidak terkontrol misalnya mulai dari terjebak macet, hingga terdampak pemutusan hubungan kerja, dan lain sebagainya.
atau jadi terancam di pecat atau PHK juga bisa yaa berarti
Mari kita ambil contoh masa pandemi ini. Jika kita telaah, masa pandemi kali ini bisa jadi merangkum ketiganya, baik itu perubahan, kondisi tidak terkontrol, dan juga keadaan mengancam. Harus bekerja dari rumah (perubahan), harus mengikuti instruksi PSBB karena bukan kita yang mengaturnya (kondisi tidak terkontrol) dan untuk beberapa kalangan bahkan situasi pandemi ini mengancam keberlangsungan pekerjaan mereka (keadaan terancam).
Maka wajar saja kalau di masa pandemi ini begitu banyak dari kita dan orang-orang di sekitar kita yang merasa stres.
Sebenarnya saat suatu tantangan yang baru muncul dalam hidup kita, seringkali kita tidak langsung mempersepsikan hal tersebut sebagai hal yang menekan, namun sebagai hal yang menantang.
Misalnya ketika pertama kali diminta menyesuaikan metode belajar selama PJJ, mungkin beberapa dari kita berpikir “Saya rasa saya mampu beradaptasi dengan teknologi” atau “Rasanya tidak akan sesulit itu”. Namun setelah berupaya dan terus menemui hambatan kita baru mulai merasa frustasi. Nah, hal ini menggambarkan rangkaian stres
Eustress disebut juga dengan good stress, karena stres ini membuat kita merasa tertantang dan bersikap produktif, melakukan hal-hal yang mengarahkan kita ke tujuan.
Distress adalah stres yang buruk, yakni ketika kita mulai merasa kewalahan dengan tantangan yang ada karena sumber daya yang kita miliki (fisik, mental, dan emosional) tidak mencukupi tuntutan yang ada.
Nah, setelah kita memiliki pemahaman yang lebih baik terkait definisi stres maka langkah selanjutnya yang perlu kita lakukan dalam strategi pengelolaan stres adalah mengenali gejala stres yang umumnya terjadi pada diri kita.
Mengapa? Karena setiap orang bisa saja memiliki gejala stres yang berbeda-beda. Ketika kita tidak menyadari bahwa stres mulai datang dan cenderung mengabaikannya, maka hal ini akan strategi pengelolaan yang kita lakukan akan terlambat.
Selama ini Bapak Ibu apakah sudah cukup kenal dengan gejala stres masing-masing?
Perubahan apa yang biasanya terjadi baik secara fisik, emosi, pikiran, dan juga perilaku saat Bapak Ibu merasa stres?
Nah, berikut adalah beberapa contoh gejala yang biasanya dialami oleh seseorang ketika ia merasa stres. Jika Bapak Ibu sudah mengenali gejala pribadi, hal ini sangat baik karena artinya ketika gejala-gejala tersebut mulai muncul Bapak Ibu dapat langsung mengambil langkah untuk melakukan strategi pengelolaan stres yang lebih efektif.
Terkait dengan pengenalan diri, selain mengenali gejala-gejala stres yang muncul sebenarnya ada beberapa aspek lain yang juga perlu kita kenali. Misalnya tipe kepribadian kita, sumber-sumber dukungan dari lingkungan kita, hingga strategi yang biasa kita gunakan untuk mengatasi stres.
Terkait dengan pengenalan diri, selain mengenali gejala-gejala stres yang muncul sebenarnya ada beberapa aspek lain yang juga perlu kita kenali. Misalnya tipe kepribadian kita, sumber-sumber dukungan dari lingkungan kita, hingga strategi yang biasa kita gunakan untuk mengatasi stres.
Semakin kita mengenali diri kita dengan baik, maka strategi yang kita pilih dalam mengelola stres akan semakin sesuai dengan diri kita sehingga hasilnya akan semakin efektif.
Untuk itu saya akan membagikan sebuah link untuk mengerjakan tes singkat yang bisa dijadikan referensi dalam menggambarkan strategi pengelolaan stres yang selama ini Bapak/Ibu lakukan.
https://bit.ly/CopingStrategiesALC
Nanti hasilnya akan langsung masuk ke email Bapak/Ibu
Kuesioner singkat ini membantu untuk kita tahu strategi yang biasa kita pakai udah tepat belum
Oke sip, karena sudah ada beberapa yang mendapatkan hasil tesnya.
Sebelum saya membahas mengenai hasil tes yang Bapak Ibu dapatkan, izinkan saya untuk memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai strategi pengelolaan stres secara umum.
Strategi pengelolaan stres biasanya dikenal dengan istilah Coping Stress. Coping stress merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh seseorang untuk mengelola pikiran, emosi, dan tindakan dalam situasi stres untuk meminimalisir dampak stres tersebut.
Poin yang perlu saya tekankan di sini adalah kata ‘MEMINIMALISIR DAMPAK’.
Artinya, strategi coping stress yang biasa kita lakukan tidak semerta-merta menjamin bahwa stres yang kita rasakan dapat dengan ajaib menghilang dan tidak akan kembali lagi. Namun dengan strategi pengelolaan stres yang tepat, kita dapat meminimalisir dampak negatif dari stres itu sendiri.
Artinya, sumber stres kita masih akan tetap ada selama kita belum melakukan tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kasian juga ya kalau atasannya tau-tau hilang
Pada dasarnya strategi coping stress dapat dibagi menjadi 2 bagian besar berdasarkan tipe pendekatan yang dilakukan. Silahkan perhatikan penjelasan berikut.
Emotion based coping dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, misalnya melakukan aktivitas yang menyasar pada pikiran, emosi, maupun tubuh. Misalnya melakukan meditasi (pikiran), melakukan hobi yang menimbulkan rasa senang (emosi), atau berolahraga (tubuh). Bapak/Ibu dapat memilih strategi mana yang lebih cocok dengan diri dan kondisi saat sedang merasa stres.
Salah satu cara untuk melakukan problem based coping adalah dengan memiliki pola pikir yang tepat dalam melihat suatu permasalahan.
Seringkali, kita tidak melihat masalah atau sumber stress kita dalam kadar yang tepat, sehingga kita merasa overwhelmed, tidak berdaya, ataupun merasa jauh lebih kesulitan dari yang seharusnya kita rasakan. Ini yang biasa kita kenal dengan overthinking. Makanya melatih diri kita untu
Stress dengan kata lain yang bermakna negatif misalnya ‘pusing’, ‘tertekan’, ‘capek’, dan lain sebagainya.
Apakah Bapak Ibu memikirkan hal yang juga sama?
Jika iya, hal itu sebenarnya sangat wajar. Di sisi lain, perlu Bapak Ibu ketahui bahwa memiliki pandangan yang tepat mengenai stres sebenarnya merupakan langkah awal dalam strategi pengelolaan stres.
Jadi sebenarnya, stres itu apa sih?
Nah, yang perlu saya tekankan adalah bahwa stres muncul ketika seseorang mempersepsikan adanya situasi yang menekan.
Artinya, suatu kejadian yang sama bisa menimbulkan stres bagi individu A namun tidak bagi individu B.
Bagi Bapak Ibu yang senang berbicara di depan umum, memberikan presentasi di hadapan 100 orang mungkin bukan merupakan suatu masalah. Namun, hal tersebut tentu akan menjadi tantangan besar bagi kita yang cenderung pemalu dan kurang percaya diri.
Jadi, ketika bicara stres kita sebenarnya tidak bisa pakai kalimat “Ah, masa gitu aja kamu stres” ke orang lain. Karena meskipun itu terlihat sepele untuk kita, belum tentu sama sepelenya untuk orang lain.
Naah... kita dulu sebagai anak kan juga sebel ya kalau dibilang begini sama orangtua misalnya, atau kakak, atau saudara kita. Padahal memang berbeda.
Contoh lain lagi nih....terkait masa pandemi ini. Bapak Ibu yang sejak dulu sudah terbiasa menggunakan teknologi dalam pembelajaran di kelas mungkin tidak akan merasa stres dengan perubahan metode belajar di masa PJJ ini. Lain halnya dengan Bapak Ibu yang baru mulai membiasakan diri dengan teknologi, hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk kita beradaptasi.
Secara umum, hal apa yang biasanya menjadi penyebab stres yang Bapak Ibu rasakan? Atau, pada saat-saat seperti apa biasanya Bapak Ibu merasa stress?
Banyak tugas yang harus dikerjakan diwaktu berdekatan.
Apakah hal-hal tersebut termasuk dalam ketiga kategori ini?
Perubahan, kondisi mengancam atau tidak terkontrol tuh kalau banyak tugas?
Pada umumnya stres yang kita rasakan terjadi karena adanya tiga hal ini yaitu (1) Perubahan, (2) Keadaan Mengancam, dan (3) Kondisi Tidak Terkontrol.
Contoh perubahan misalnya perubahan status (baru menikah ciyeeeee atau mungkin baru punya anak), ganti pekerjaan, pindah rumah, dan lain sebagainya.
Keadaan mengancam misalnya diminta memberikan presentasi di depan orang banyak dan takut dinilai buruk; bertengkar dengan atasan sehingga takut mengancam penilaian performa kerja.
Kondisi tidak terkontrol misalnya mulai dari terjebak macet, hingga terdampak pemutusan hubungan kerja, dan lain sebagainya.
atau jadi terancam di pecat atau PHK juga bisa yaa berarti
Mari kita ambil contoh masa pandemi ini. Jika kita telaah, masa pandemi kali ini bisa jadi merangkum ketiganya, baik itu perubahan, kondisi tidak terkontrol, dan juga keadaan mengancam. Harus bekerja dari rumah (perubahan), harus mengikuti instruksi PSBB karena bukan kita yang mengaturnya (kondisi tidak terkontrol) dan untuk beberapa kalangan bahkan situasi pandemi ini mengancam keberlangsungan pekerjaan mereka (keadaan terancam).
Maka wajar saja kalau di masa pandemi ini begitu banyak dari kita dan orang-orang di sekitar kita yang merasa stres.
Sebenarnya saat suatu tantangan yang baru muncul dalam hidup kita, seringkali kita tidak langsung mempersepsikan hal tersebut sebagai hal yang menekan, namun sebagai hal yang menantang.
Misalnya ketika pertama kali diminta menyesuaikan metode belajar selama PJJ, mungkin beberapa dari kita berpikir “Saya rasa saya mampu beradaptasi dengan teknologi” atau “Rasanya tidak akan sesulit itu”. Namun setelah berupaya dan terus menemui hambatan kita baru mulai merasa frustasi. Nah, hal ini menggambarkan rangkaian stres
Eustress disebut juga dengan good stress, karena stres ini membuat kita merasa tertantang dan bersikap produktif, melakukan hal-hal yang mengarahkan kita ke tujuan.
Distress adalah stres yang buruk, yakni ketika kita mulai merasa kewalahan dengan tantangan yang ada karena sumber daya yang kita miliki (fisik, mental, dan emosional) tidak mencukupi tuntutan yang ada.
Nah, setelah kita memiliki pemahaman yang lebih baik terkait definisi stres maka langkah selanjutnya yang perlu kita lakukan dalam strategi pengelolaan stres adalah mengenali gejala stres yang umumnya terjadi pada diri kita.
Mengapa? Karena setiap orang bisa saja memiliki gejala stres yang berbeda-beda. Ketika kita tidak menyadari bahwa stres mulai datang dan cenderung mengabaikannya, maka hal ini akan strategi pengelolaan yang kita lakukan akan terlambat.
Selama ini Bapak Ibu apakah sudah cukup kenal dengan gejala stres masing-masing?
Perubahan apa yang biasanya terjadi baik secara fisik, emosi, pikiran, dan juga perilaku saat Bapak Ibu merasa stres?
Nah, berikut adalah beberapa contoh gejala yang biasanya dialami oleh seseorang ketika ia merasa stres. Jika Bapak Ibu sudah mengenali gejala pribadi, hal ini sangat baik karena artinya ketika gejala-gejala tersebut mulai muncul Bapak Ibu dapat langsung mengambil langkah untuk melakukan strategi pengelolaan stres yang lebih efektif.
Terkait dengan pengenalan diri, selain mengenali gejala-gejala stres yang muncul sebenarnya ada beberapa aspek lain yang juga perlu kita kenali. Misalnya tipe kepribadian kita, sumber-sumber dukungan dari lingkungan kita, hingga strategi yang biasa kita gunakan untuk mengatasi stres.
Terkait dengan pengenalan diri, selain mengenali gejala-gejala stres yang muncul sebenarnya ada beberapa aspek lain yang juga perlu kita kenali. Misalnya tipe kepribadian kita, sumber-sumber dukungan dari lingkungan kita, hingga strategi yang biasa kita gunakan untuk mengatasi stres.
Semakin kita mengenali diri kita dengan baik, maka strategi yang kita pilih dalam mengelola stres akan semakin sesuai dengan diri kita sehingga hasilnya akan semakin efektif.
Untuk itu saya akan membagikan sebuah link untuk mengerjakan tes singkat yang bisa dijadikan referensi dalam menggambarkan strategi pengelolaan stres yang selama ini Bapak/Ibu lakukan.
https://bit.ly/CopingStrategiesALC
Nanti hasilnya akan langsung masuk ke email Bapak/Ibu
Kuesioner singkat ini membantu untuk kita tahu strategi yang biasa kita pakai udah tepat belum
Oke sip, karena sudah ada beberapa yang mendapatkan hasil tesnya.
Sebelum saya membahas mengenai hasil tes yang Bapak Ibu dapatkan, izinkan saya untuk memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai strategi pengelolaan stres secara umum.
Strategi pengelolaan stres biasanya dikenal dengan istilah Coping Stress. Coping stress merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh seseorang untuk mengelola pikiran, emosi, dan tindakan dalam situasi stres untuk meminimalisir dampak stres tersebut.
Poin yang perlu saya tekankan di sini adalah kata ‘MEMINIMALISIR DAMPAK’.
Artinya, strategi coping stress yang biasa kita lakukan tidak semerta-merta menjamin bahwa stres yang kita rasakan dapat dengan ajaib menghilang dan tidak akan kembali lagi. Namun dengan strategi pengelolaan stres yang tepat, kita dapat meminimalisir dampak negatif dari stres itu sendiri.
Artinya, sumber stres kita masih akan tetap ada selama kita belum melakukan tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kasian juga ya kalau atasannya tau-tau hilang
Pada dasarnya strategi coping stress dapat dibagi menjadi 2 bagian besar berdasarkan tipe pendekatan yang dilakukan. Silahkan perhatikan penjelasan berikut.
Emotion based coping dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, misalnya melakukan aktivitas yang menyasar pada pikiran, emosi, maupun tubuh. Misalnya melakukan meditasi (pikiran), melakukan hobi yang menimbulkan rasa senang (emosi), atau berolahraga (tubuh). Bapak/Ibu dapat memilih strategi mana yang lebih cocok dengan diri dan kondisi saat sedang merasa stres.
Salah satu cara untuk melakukan problem based coping adalah dengan memiliki pola pikir yang tepat dalam melihat suatu permasalahan.
Seringkali, kita tidak melihat masalah atau sumber stress kita dalam kadar yang tepat, sehingga kita merasa overwhelmed, tidak berdaya, ataupun merasa jauh lebih kesulitan dari yang seharusnya kita rasakan. Ini yang biasa kita kenal dengan overthinking. Makanya melatih diri kita untu
Komentar
Posting Komentar