Semuanya Bikin Kesal
Semuanya bikin hatiku kesal
Liburan ini menjadi liburan yang membuatku kesal. Semua pekerjaan tertunda. Program yang telah disusun untuk sekolah juga terbengkalai. Semuanya gagal total.
Ujian yang sudah direncanakan juga ditiadakan. Mulai dari ujian USBN SD hingga SMA. Semuanya terpaksa di batalkan dengan satu kata yaitu Virus.
Rapat, meeting dan pelatihan yang harus dilaksanakan baik dalam dan luar negeri. Juga harus dibatalkan.
Semua kegiatan dilakukan dengan daring. Termasuk juga dengan sekolah, juga dilakukan daring. Hanya saja, kegiatan pembelajaran daring ini selalu jadi masalah bagi sebagian orang. Semua akibat yang yerjadi dari pembelajaran daring disalahkan ke guru. Padahal guru hanya sebagai pelayan pendidikan di sekolah bukan, pembuat kebijakan.
Tapi pelaksanaan pembelajaran daring juga sedikit bermasalah. Hal ini disebabkan oleh kemmapuan wali murid dan keterampilan siswa dalam memanfaatkan tekhnologi.
Kalau untuk siswa SMP, SMA dan mahasiswa, bisa dilaksanakan dengan baik dan lancar. Tetapi untuk siswa SD, pembelajaran daring merupakan sesuatu hal yang baru bagi mereka.
Siswa SD belum belajar tentang lektop ataupun komputer. Apalagi siswa tersebut berasal dari daerah. Kalau untuk kota, mungkin bisa dipahami. Kalau mereka mampu melaksanakan pembelajaran daring. Karena ada sebagian sekolah di kota yang sudah belajar tentang informatika.
Siswa SD di daerah juga banyak yang tidak punya hp android. Kalau ada punya hanya satu, dan itupun milik orang tuanya. Atau ada siswa tersebut hp android cuma tidak pakai paket internet alias kartunya tidak ada.
Masalah inilah yang saya hadapi di daerah. Seperti di Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Walaupun saya tinggal di ibu kota kabupaten Solok namun kehidupan masyarakat di sini banyak yang cukup untuk makan saja. Sehingga mereka banyak yang tidak punya hp android. Yang mereka punya hanya hp biasa.
Dengan demikian saya memberkan tugas kepada siswa hanya lewat buku paket. Kalau ada yang bertanya, atau nelpon, dan juga chat bagi siswa yang ada android itu saja yang saya layani. Kalau saya jalani siswa dari rumah ke rumah saya tidak tahu di mana rumahnya. Dan juga saya baru tinggal dan mengajar di daerah ini.
Untuk lebaran tahun ini juga di rumah saja. Bahkan suami saya juga tidak mau dibawa ke luar untuk refresing. Semuanya bikin saya kesal.
Pandemi ini membuat guru juga selalu direndahkan.
Sebenarnya, kalau mereka yang merendahkan guru itu hanya iri. Guru banyak liburnya.
Jadi banggalah saya menjadi guru, banyak yang iri. Guru selalu berhadapan dengan makhluk hidup. Minimal siswa yang dihadapi bisa dua puluh orang dalam satu kelas.
Kebapa saya bangga menjadi guru? Dengan melihat siswa sekian banyak, maka banyak pula tingkah laku mereka. Sikap dan tingkah mereka lucu dan buat stress hilang.
Liburan ini menjadi liburan yang membuatku kesal. Semua pekerjaan tertunda. Program yang telah disusun untuk sekolah juga terbengkalai. Semuanya gagal total.
Ujian yang sudah direncanakan juga ditiadakan. Mulai dari ujian USBN SD hingga SMA. Semuanya terpaksa di batalkan dengan satu kata yaitu Virus.
Rapat, meeting dan pelatihan yang harus dilaksanakan baik dalam dan luar negeri. Juga harus dibatalkan.
Semua kegiatan dilakukan dengan daring. Termasuk juga dengan sekolah, juga dilakukan daring. Hanya saja, kegiatan pembelajaran daring ini selalu jadi masalah bagi sebagian orang. Semua akibat yang yerjadi dari pembelajaran daring disalahkan ke guru. Padahal guru hanya sebagai pelayan pendidikan di sekolah bukan, pembuat kebijakan.
Tapi pelaksanaan pembelajaran daring juga sedikit bermasalah. Hal ini disebabkan oleh kemmapuan wali murid dan keterampilan siswa dalam memanfaatkan tekhnologi.
Kalau untuk siswa SMP, SMA dan mahasiswa, bisa dilaksanakan dengan baik dan lancar. Tetapi untuk siswa SD, pembelajaran daring merupakan sesuatu hal yang baru bagi mereka.
Siswa SD belum belajar tentang lektop ataupun komputer. Apalagi siswa tersebut berasal dari daerah. Kalau untuk kota, mungkin bisa dipahami. Kalau mereka mampu melaksanakan pembelajaran daring. Karena ada sebagian sekolah di kota yang sudah belajar tentang informatika.
Siswa SD di daerah juga banyak yang tidak punya hp android. Kalau ada punya hanya satu, dan itupun milik orang tuanya. Atau ada siswa tersebut hp android cuma tidak pakai paket internet alias kartunya tidak ada.
Masalah inilah yang saya hadapi di daerah. Seperti di Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Walaupun saya tinggal di ibu kota kabupaten Solok namun kehidupan masyarakat di sini banyak yang cukup untuk makan saja. Sehingga mereka banyak yang tidak punya hp android. Yang mereka punya hanya hp biasa.
Dengan demikian saya memberkan tugas kepada siswa hanya lewat buku paket. Kalau ada yang bertanya, atau nelpon, dan juga chat bagi siswa yang ada android itu saja yang saya layani. Kalau saya jalani siswa dari rumah ke rumah saya tidak tahu di mana rumahnya. Dan juga saya baru tinggal dan mengajar di daerah ini.
Untuk lebaran tahun ini juga di rumah saja. Bahkan suami saya juga tidak mau dibawa ke luar untuk refresing. Semuanya bikin saya kesal.
Pandemi ini membuat guru juga selalu direndahkan.
Sebenarnya, kalau mereka yang merendahkan guru itu hanya iri. Guru banyak liburnya.
Jadi banggalah saya menjadi guru, banyak yang iri. Guru selalu berhadapan dengan makhluk hidup. Minimal siswa yang dihadapi bisa dua puluh orang dalam satu kelas.
Kebapa saya bangga menjadi guru? Dengan melihat siswa sekian banyak, maka banyak pula tingkah laku mereka. Sikap dan tingkah mereka lucu dan buat stress hilang.
Komentar
Posting Komentar